Namanya Alice Howland, seorang wanita berumur 50 tahunan yang sudah memliki 3 (tiga) anak yang sudah dewasa, Anna, Tom, dan Lydia. Anna sudah menikah dan menanti seorang anak kandung. Tom, seorang dokter bedah masih single, dan Lydia baru saja lulus SMA.
Panggilannya, Alice. Ia adalah dosen psikolog kognitif sekaligus ahli linguistik dengan IQ di atas rata-rata. Gelar membanggakannya, Ph.D, membuatnya menjadi dosen paling disegani dengan segala ide, penelitian, seminar, cara belajar bahkan cara ia membimbing di Harvard University. Ia memiliki suami yang begitu mencintainya, John Howland. Mereka berdua pasangan profesor doktor yang jenius. Anak-anaknya juga ikut gen kejeniusan mereka.
Ini adalah novel terjemahan. Novel terjemahan ini berkisah tentang Alice yang mengidap Alzheimer. Gampangnya nih, penyakit ini akan menyerang syaraf otak hingga lama kelamaan akan merusak syaraf, perlahan akan mengalami lupa short term, kemudian ingat, hingga akhirnya lupa sama sekali long term.
Aku suka banget novel ini. Ini novel terjemahan pertama setelah mungkin 6 tahun nggak baca novel terjemahan. Beberapa kali aku pilih judul novel terjemahan untuk dibaca. Tapi selalu saja aku menyerah duluan karena versi Indonesianya bikin berpikir baru bisa tercerna.
Tapi penceritaan novel ini bisa mengalir begini ya? Aku enjoy banget bacanya. Ngalir banget. Dari awal aku udah tertarik dengan pemicu konflik, yaitu tentang Alice yang mulai merindukan suaminya karena mereka sama-sama sibuk. Bahkan ia merindukan masa-masa berantem membahas anak terakhirnya yang nggak mau lanjut kuliah sarjana.
Novel STILL ALICE by Lisa Genova |
JUDUL : STILL ALICE
PENULIS : Lisa Genova
TERBIT : Januari 2015 (Indonesia)
HALAMAN : 328 Halaman
Membaca buku ini sama dengan berlajar arti sebuah keluarga, kerja keras, pengertian, memaklumi, saling menyangi, kesabaran, dan keikhlasan. Banyak sekali memang yang bisa dipelajari.
Aku merasa deket banget dengan karakter Ibu yang punya keinginan sangat mulia. Alice begitu menginginkan anak-anaknya sukses di pendidikan dan karirnya. Persis sekali dengan Ibuku, right?
Dan makin 'aku banget' ketika anak bungsunya yang bernama Lydia mengelak untuk melanjutkan kuliah sarjana selepas SMA. Mirip sedikit sih, bedanya aku mengelak untuk lanjut ke gelar Master. Lydia punya alasan, aku juga demikian.
Aku sangat mengikuti alur kisahnya. Konflik utama mulai muncul ketika Alice mengira ia masuk ke zona wanita menopuse. Satu per satu gejala mulai muncul. Seperti merasa gugup, emosi tidak stabil, tubuh gemetar, hingga kehilangan konsentrasi saat presentasi. Ia melupakan sebuah kata. Ia tahu apa yang ingin ia utarakan, tapi dia susah sekali untuk megucapkannya sampai buat dia kesal sendiri. Alice merasa ada yang nggak beres, dia periksa ke dokter dan diagnosisnya positif Alzheimer.
Buku ini menjelma jadi buku pengenalan sejak dini tentang edukasi penyakit Alzheimer. Soft education, i think. Penulis secara gamblang, detail dan terasa begitu nyata ketika menjelaskan gejala, jenis tes, obat-obtan, bahkan studi percobaan untuk penangangan penyakit ini.
Risetnya, aduhai banget deh! Tapi bukan seperti menggurui. Karena kisahnya menarik banget untuk kita baca. Ini fiksi dan ini edukasi. Nilai plus plus plus untuk novel terjemahan ini.
Kita bisa ikut merasakan betapa terpukulnya menjadi seseorang berpredikat jenius dan hafal apapun tentang dunia pendidikannya, mendadak harus perlahan lupa segalanya. Betapa ia begitu percaya diri dengan penelitiannya, mendadak susah mengungkapkan apa yang dia ingin dan cari.
Dan bayangin, ketika kita baca buku, lalu kita lupa apa yang dijelaskan di satu halaman sebelumnya karena Alzheimer menggerogoti sistem syaraf otak. Atau, pernahkah kita bayangin yang harusnya ia mengingat masa bahagia bersama keluarga kecilnya saat ini, mendadak nggak kenal siapa anak-anak mereka yang ada di depan matanya, tapi justru tiba-tiba mengingat masa kelam di masa lalunya? Dampaknya, emosi naik turun nggak jelas. Menderita. Banyak hal yang membuat terenyuh dari kisah Alice malang ini dan tidak mungkin aku mengungkap keseruan semuanya di sini.
Alice dengan kisahnya sebagai pengidap Alzheimer dini (muncul di bawah umur 60 tahun), cukup tangguh melewati hari-harinya yang bergantung dengan alarm Blackberry-nya. Alice yang tersesat di rumahnya sendiri karena lupa di mana letak toiletnya. Bahkan Alice yang lupa bagaimana menggunakan pakaian dalam.
Aku tersentuh. Tapi aku nggak sampai menitikkan air mata, sih. Hanya empati yang begitu besar kepada mereka di luar sana yang mengidap Alzheimer.
Begitu berharganya waktu, bahkan setiap detik pun,
karena bisa saja kita akan lupa saat paling bahagia satu menit yang lalu.
Perwajahan Buku
Kemasan buku ini seperti pada umumnya buku terjemahan. Karakter tokoh utama menjadicover story, aktris Julianne Moore. Kemasan dalam buku (layout) menurutku sangat elegan sekali. :) Bersih dari ornamen yang berlebihan. Hanya icon kupu-kupu yang memiliki makna dalam cerita ini. Sehingga kita bisa fokus dengan jalan cerita. Penomoran halaman buku juga cantik, berada di sisi margin luar buku. Nice, i love it!
Dan buku ini lengkap dengan penjelasan, tips pencegahan, gejala, dan alamat rumah sakit yang bisa menangani penyakit Alzheimer dari berbagai kota. Ini sangat membantu untuk yang membutuhkan.
Dan buku ini lengkap dengan penjelasan, tips pencegahan, gejala, dan alamat rumah sakit yang bisa menangani penyakit Alzheimer dari berbagai kota. Ini sangat membantu untuk yang membutuhkan.
#1 Best Seller New York
Iya, aku setuju kalau di New York novel ini jadi yang terbaik. Karena ini kisah yang begitu berbobot. Bahkan sudah diangkat menjadi film, serta meraih Penghargaan Oscar, Golden Globes, dan Bafta Awards untuk kategori Aktris Terbaik.
Film Berdasarkan Novel STILL ALICE
Karena aku suka kisahnya, aku kepoin youtube dan cari trailer-nya, deh. Ternyata memang beneran kisah Alice sudah difilmkan. Aku pun akhirnya nonton streaming sub English, karena penasaran banget gimana visualisasi kisah Alice di Novel STILL ALICE ini. Ya, ini kisah yang mengharu biru. Berikut nama pemain utamanya:
Keluarga Howland
Ia ingin lanjut berjalan, tetapi malah mematung. Ia tak tahu berada di mana.
Ia menengok kembali ke seberang jalan.
...
Ia berusaha berpikir lebih detail. Ia tahu semua tempat itu, yang telah menjadi
taman bermainnya selama dua puluh lima tahun. Namun ia sama sekali
tak bisa mengingat arah rumahnya.
...
Jantungnya berdegup kencang. Bulir-bulir keringat bermunculan,
ia merasa kepanikan.
0 comments:
Post a Comment